-- Negatif thinking --
Misalnya,
kalau pas lagi jalan sendiri, lalu ada yang tanya (teman kerja atau
teman sekampus lain jurusan), "Koq sendiri?" Langsung deh reaksinya
seperti ini: "Sudah tahu sendiri, pakai tanya-tanya. Mentang-mentang gua
jomblo. Nyindir, ya." Atau, suatu kali ngelihat ada orang lain yang
ngelihatin: "Kenapa sih lihat-lihat?! Anehnya ya, karena gua jomblo.
Dasar, tamblo (tampang bloon) lu."
Padahal,
"Koq sendiri?" itu kan pertanyaan standar orang yang pengen tanya tapi
nggak tahu mau tanya apa. Just basa-basi. Nggak ada maksud apa-apa.
Malah kalau tanyanya "Koq berdua?" atau "Sama siapa?" jadi aneh bin
konyol. Lha, sudah jelas sendiri pakai tanya "Koq berdua?" atau "Sama
siapa?" segala.
Dan
orang yang ngelihatin bisa saja karena rasa-rasanya koq kenal. Atau
kagum sama tahi lalat di pipi kita. Dipikirnya, "Hoki bener tuh orang
ada tahi lalat di pipinya. Coba kalau tahi kebo atau tahi kucing, kan
jelek!" - Jadi, nggak ada kait-mengkait dengan kejombloan kita.
Begitulah
kalau sudah dikuasai pikiran negatif. Segala sesuatu disikapi secara
negatif. Ibarat orang pakai kacamata hitam. Semua yang dilihatnya serba
hitam. Lalu bagaimana dong mengatasinya? Tidak ada cara lain, ganti
kacamatanya dengan kacamata yang lebih terang. Jangan salahkan obyek
yang dilihat.
-- Citra diri yang negatif --
"Siapalah
saya ini. Tampang pas-pasan. Nggak bisa apa-apa pula. Otak belet, lha
nilai kuliah saja hampir tidak pernah bergeser dari C. Dapet B tuh
untung. A, wah ajaib benar anugerah-Mu deh. Mana ada yang mau sama saya.
Seandainya saya jadi orang lain pun, nggak bakalan koq saya mau punya
pacar kayak diri saya begini."
Padahal
gambaran kita tentang diri kita sendiri akan sangat berpengaruh
terhadap pikiran, perasaan dan sikap hidup kita. Ibarat makanan bagi
tubuh kita, citra diri akan sangat menentukan; apakah kita akan menjadi
pribadi yang optimistis, percaya diri, punya semangat hidup. Atau
sebaliknya, menjadi pribadi yang pesimistis, rendah diri, loyo alias
nggak punya semangat hidup.
-- Rumput di halaman rumah tetangga kelihatan lebih hijau --
"Duh,
enak nian punya pacar kayak die. Kemana-mana ada yang nemenin. Ada yang
perhatiin and diperhatiin. Ada shoulder to cry on. Malam minggu nggak
cengo sendiri di rumah. Lonely. Bisa ngerasain dag dig dug serrr tiap
nunggu doi. Kapan pun dan dimana pun ada yang selalu bisa di-call.
Pokoknya asyik deh."
Jadi
nganggepnya hidup orang lain tuh lebih enak, lebih baik, lebih nikmat,
lebih segalanya. Lalu kita berandai-andai; seandainya hidup kita kayak
hidup die, dunia kita kayak dunia die. Seolah kita nih baru bahagia
kalau kayak die. Kita jadi kurang bersyukur dengan hidup kita sendiri.
Padahal, mana ada sih orang yang hidupnya selalu senang.
Siapa
pun pastilah punya senang dan susahnya sendiri. Punya pacar pun nggak
melulu enak koq. Kadang ada sebalnya. Kadang bisa bikin jengkel and
stress juga. So, jangan heran kalau yang sudah punya pacar pun bisa
mikir begini: "Duh, enak nian ngejomblo. Bebase sebebas burung di udara.
-- Berselubung topeng --
Nggak
jujur dengan diri sendiri. Nggak apa adanya. Contoh 1 (gaya selebritis:
kemayu, dengan sikap bertutur diatur): "Aku emang belum mau pacaran
koq. Suer. Masih ingin sendiri." - Yang sebenarnya: aku belum ketemu
yang aku mau die mau. Adanya aku mau die nggak mau, die mau akunya nggak
mau. Ada yang aku mau die mau, eh die maunya mau nabok sama aku.
Padahal
apa salahnya bilang, "Aku bukannya nggak kepengen, tapi belum ketemu
yang pas." Titik. Kalau bilangnya: belum mau pacaran, masih ingin
sendiri - besok atau lusa ternyata ketemu yang cocok. Nah, luh baru
nyaho. Malu kan mesti ngejilat ludah kuda (kalau ludah sendiri sudah
biasa.
Contoh
2 (gaya politisi: kemaki, dengan sikap bertutur nggak teratur): "Gue
naksir die?! Idihh, amit-amit. Sorry ya, dibayar goceng pun nggak
bakalan gue ambil!" - Yang sebenarnya: aku sih okelah sama die, tapi
dienya cuek banget. Benci deh aku (dengan gaya genit ala Pelawak Tessi).
Padahal
apa salahnya bilang, "Dienya cuek begitu, mana berani gue." Titik.
Kalau bilangnya: amit-amit, dibayar goceng pun gua gak bakalan ambil -
dan ternyata die tuh ngesir sama kita, cuma karena die punya "kemaluan"
gede (baca: pemalu) jadinya die pasang sikap cuek bebek. Sok cool. Nah,
gimana coba kalau begitu?! Masak mau ikut-ikut si selebritis: ngejilat
ludah kuda.
So, tanggalkan topeng itu. Apa adanya sajalah. Tapi ya, jangan vulgar, mengobral atau norak. Jujur dengan elegan gitulah.
-- Hanyut terbawa perasaan --
Nelangsa.
Merasa kasihan pada diri sendiri. Seakan dengan ke-jomblo- an itu, dia
menjadi orang yang paling malang di dunia. Makan jadi nggak enak
(apalagi sayurnya sudah basi, kurang garam pula), tidur nggak nyenyak
(AC mati nggak ada listrik, banyak nyamuk lagi).
Nyanyinya
pun lagu Chrisye: "Di malam yang sesunyi ini aku sendiri, tiada yang
menemani...... srot, srot (nyedot ingus). Akhirnya kini kusadari dia
telah pergi tinggalkan diriku..... pufz, pufz (buang ingus pakai lengan
baju). Nanini nananininani ninaneniii (bagian ini nggak hafal). Reff:
Mengapa terjadi pada diriku, aku tak percaya kau telah tiada.... hiks,
hiks (terisak). Haruskah ku pergi tinggalkan dunia..... hoahh, hoahh
(nangis sejadi-jadinya)."
Selanjutnya
no comment deh. Bukan apa-apa, saya takut ikut-ikut sedih, ikut-ikut
nangis, ikut-ikut sedot ingus. Malah repot. Lagian, orang yang lagi
terhanyut oleh aneka rupa perasaan susah dan sedih sebetulnya kan nggak
butuh kata-kata; ia lebih butuh empati dan simpati.
Saya
cuma mau bilang: "You'll never walk alone, Jomblo (ngutip lagu yang
biasa dinyanyiin fans Liverpool). Kan banyak juga yang jomblo hehehe."
-- Memaksakan kehendak --
Cara
halus: "Hi, cowok, godain kita dong!" (ekstrim: sambil melotot, satu
tangan berkacak pinggang satu tangan lagi menggenggam batu siap
ditimpukin). Atau, "Hi, cewek, kita godain ya!" (ekstrim: sambil
memiting seorang nenek yang kebetulan lewat, dan menodongkan pistol ke
keningnya).
Cara
kasar: "Apa pun yang terjadi gua harus dapetin doi; biar gunung-gunung
beranjak dan bukit-bukit bergoyang. Pokoknya harus dan kudu!" (ekstrim:
bayar segerombolan preman untuk menculik doi, lalu dengan gaya kungfu
Bruce Li datang menyelamatkannya).
Atau,
"Saya nggak bisa hidup tanpa doi. Sudahlah, saya mau mati saja! Mana
tali, mana tali! Saya mau gantung diri!" (ekstrim: "Bunda, hidup ini
kejam. Kembalikan saja aku ke dalam rahimmu!" - segede gitu, gimana
masukinnya ya?!")
Atau,
"Marilah kepadaku semua yang letih, lesu dan membutuhkan kehangatan,
aku akan memberikan diriku seutuhnya!" (ekstrim: ..... disensor).
Dan
kalau berdoa doanya begini: "Tuhan, kalau dia jodoh saya, dekatkanlah.
Kalau dia bukan jodoh saya, jodohkanlah. Tapi kalau dia nggak bisa jadi
jodoh saya, biarkan dia ngejomblo seumur hidup. Amin."
Padahal
segala sesuatu yang dipaksakan - apalagi soal jodoh - pasti akan lebih
banyak buruknya daripada baiknya. Usaha tentunya nggak salah, punya
keinginan mangga silahkan. Tapi iringilah itu dengan penyerahan diri
kepada Sang Khalik: "Bukan hendakku yang jadi, melainkan kehendak-Mu!"
Dengan berusaha dan berserah, hidup akan terasa lebih ringan. Tuhan tahu
apa yang terbaik buat diri kita. Percaya deh.
-- Sirik --
Orang
Manado bilang mangiri. Alias iri dengki. Nggak senang ngelihat orang
lain senang. Senangnya ngejelek-jelekin dan ngecil-ngecilin kebaikan
orang lain. "Alaaa, dia sih piala bergilir. Lihat aja, bentar lagi juga
dia akan pindah ke pelukan cowok laen. Gua sih amit-amit dapetin dia!"
"Eh
elu tahu nggak, dia itu kanbekas pacarnya teman sodara teman gue. Nah,
kata teman gue, temen gue dari sodaranya, sodaranya dari temennya yang
mantan dia itu, dia pernah terlibat narkoba tuh. Pernah digerebek polisi
segala. Ortunya sampai jual rumahnya untuk bebasin dia dari penjara."
Padahal ke-sirik-an hanya akan membuat kita makin buruk di mata orang
lain. Dan pasti di mata Tuhan juga. Nggak ada faedahnya.
Sumber : http://www.w2key.co.cc/?p=116
Posting Komentar